Inilah pemahaman keliru tentang masalah iman yang ada pada ahli bid’ah. Apa saja itu?
Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,
وَالمؤْمِنُوْنَ فِي الإِيْمَانِ يَتَفَاضَلُوْنَبِصَالِحِ الأَعْمَالِ هُمْ مُتَزَايِدُوْنَ وَلَا يَخْرُجُوْنَ بِالذُّنُوْبِ مِنَ الإِيْمَانِ وَلاَ يُكَفِّرُوْنَ بِرُكُوْنِ مَعْصِيَةٍ وَلاَ عِصْيَانٍ وَلاَ نُوْجِبُ لِمُحْسِنِهِمْ الجِنَانَ بَعْدَ مَنْ أَوْجَبَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلاَ نَشْهَدُ عَلَى مُسِيْئِهِمْ بِالنَّارِ
“Dan orang beriman dalam hal iman itu bertingkat-tingkat. Karena amal saleh, iman mereka bertambah. Namun dosa tidaklah mengeluarkan mereka dari iman. Juga lantaran dosa besar dan kedurhakaan (maksiat) tidak membuat mereka menjadi kafir. Tidak dipastikan pula surga bagi mereka yang berbuat baik kecuali jika ada yang disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu pula tidaklah dipastikan neraka bagi mereka yang berbuat kejelekan (ahli maksiat).”
Pelaku Dosa Besar itu Fasik
Jika seorang mukmin terjatuh dalam al-kabair (dosa besar), selama itu bukan kesyirikan, maka melakukannya berarti suatu kefasikan. Iman pelakunya berkurang. Ia tidak keluar dari iman kecuali kalau ia menganggapnya halal karena berarti telah mendustakan Al-Kitab dan mendustakan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia telah kufur dengan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijmak.
Dalil yang menunjukkan fasik dan berkurangnya iman adalah firman Allah,
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (4) إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (5)
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik. Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nuur: 4-5)
Juga ayat lainnya,
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ إِلَىٰ أَمْرِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Hujurat: 9)
Allah Ta’ala juga berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisaa’: 48)
Dalam hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ ، وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
“Mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya kekufuran.” (HR. Bukhari, no. 48 dan Muslim, no. 64)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ ولا يَنْتَهِبُ نُهْبَةً يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ فِيهَا أَبْصَارَهُمْ حِينَ يَنْتَهِبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ
“Tidaklah seseorang yang berzina ketika berzina dia dalam kondisi beriman, dan tidaklah seseorang meminum minuman keras ketika meminumnya dalam kondisi beriman, dan tidaklah seorang pencuri pada saat mencuri dalam kondisi beriman, dan tidaklah seseorang merampok yang diketahui oleh banyak orang pada saat merampok dalam kondisi beriman.” (HR. Bukhari, no. 2475)
Penyikapan Ahli Bid’ah Terhadap Pelaku Dosa Besar
Ada tiga sikap ahli bid’ah terhadap pelaku dosa besar:
Pertama, menganggap pelaku dosa besar itu kafir di dunia dan kekal di neraka Jahannam. Inilah pendapat Khawarij.
Kedua, menganggap pelaku dosa besar itu manzilah bayna manzilatain, di antara dua kedudukan, di dunia tidak dianggap muslim atau pun kafir, namun kelak di akhirat kekal dalam neraka. Inilah pendapat Mu’tazilah.
Ketiga, menganggap pelaku dosa besar itu mukmin dengan iman yang sempurna, dan tidak masuk neraka. Inilah pendapat Murji’ah.
Tidak Boleh Memastikan Seseorang Masuk Surga
Sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Al-Muzani di atas, kita tidak boleh memastikan seseorang itu penghuni surga kecuali yang sudah dipastikan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti al-‘asyarah al-mubasysyiriina bil jannah (sepuluh orang yang sudah dijamin masuk surga). Hadits yang menyebutkan sepuluh orang ini adalah sebagai berikut.
Dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَبُو بَكْرٍ فِي الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِي الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِي الْجَنَّةِ وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِي الْجَنَّةِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الْجَنَّةِ وَسَعْدٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَعِيدٌ فِي الْجَنَّةِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِي الْجَنَّةِ (رواه الترمذي 3680)
“Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, Zubair di surga, ‘Abdurrahman bin ‘Auf di surga, Sa’ad di surga, Sa’id di surga, Abu ‘Ubaidah bin Jarrah di surga.” (HR. Abu Daud, no. 4649; Tirmidzi, no. 3748; Ibnu Majah, no. 133; dan An-Nasai dalam Al-Kubra, 8137).
Sa’ad yang dimaksud adalah Sa’ad bin Abi Waqqas. Sa’id yang dimaksud adalah Sa’id bin Zaid. Selain mereka juga ada beberapa sahabat yang dijamin masuk surga, seperti Khodijah binti Khuwailid, Abdullah bin Salam, Ukasyah bin Mihshan, dan lain-lain. Akan tetapi sepuluh yang pertama tadi dinamakan “sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga” karena kabar gembira tersebut berada pada satu hadits.
Tidak Boleh Memastikan Seseorang Masuk Neraka
Tidak boleh memastikan pula seseorang masuk neraka walaupun itu fasik kecuali jika didukung dalil Al-Qur’an atau As-Sunnah.
Seperti tentang Abu Lahab, dalam ayat disebutkan,
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ (1) مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ (2) سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ (3) وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ (4) فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ (5)
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (QS. Al Lahab: 1-5)
Adapun orang kafir asli dari kalangan Yahudi dan Nashrani, maka kita pastikan mereka di neraka.
Ini merupakan dalil yang sangat tegas bahwasanya hukum asal seorang yang meninggal bukan di atas Islam, sementara telah sampai hujjah kepadanya, maka ia adalah penghuni neraka.
Dalam hadits disebutkan,
جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ الله إِنَّ أَبِي كَانَ يَصِلُ الرَّحِمَ وَكَانَ وَكَانَ فَأَيْنَ هُوَ قَالَ فِي النَّارِ …قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ حَيْثُمَا مَرَرْتَ بِقَبْرِ مُشْرِكٍ فَبَشِّرْهُ بِالنَّارِ قَالَ فَأَسْلَمَ الأَعْرَابِيُّ بَعْدُ وَقَالَ لَقَدْ كَلَّفَنِي رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ تَعْبًا مَا مَرَرْتُ بِقَبْرِ كَافِرٍ إِلاَّ بَشَّرْتُهُ بِالنَّارِ
Ada seorang arab badui menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku (yang mati dalam kondisi musyrik-pen) dahulu menyambung silaturahmi, dan melakukan kebaikan kebaikan, maka di manakah ayahku?”. Nabi berkata, “Di neraka“….
Rasulullah berkata kepadanya, “Kapan saja engkau melewati kuburan seorang musyrik maka kabarilah ia dengan neraka”.
Lalu arab badui tersebut masuk Islam setelah itu, dan arab badui tersebut berkata, “Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menugaskan aku dengan pekerjaan yang berat, tidaklah aku melewati kuburan seorang kafir kecuali aku kabarkan ia dengan neraka” (HR Ibnu Majah, no. 1288. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).
Semoga bermanfaat.
Referensi:
- Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal ‘Azzun. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.
- Tamam Al–Minnah ‘ala Syarh As-Sunnah li Al-Imam Al-Muzani.Khalid bin Mahmud bin ‘Abdul ‘Aziz Al-Juhani. alukah.net.
Disusun saat perjalanan Panggang – Jogja, 13 Dzulqa’dah 1440 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com